Minggu, 03 November 2013

RINGKASAN MATERI KULIAH


KERTAS KERJA AUDIT DAN PROGRAM AUDIT
I. PENDAHULUAN

 Latar Belakang Masalah
Kertas Kerja Audit (KKA) merupakan catatan-catatan yang dibuat dan data-data yang dikumpulkan auditor secara sistematis pada saat melaksanakan tugas audit. Untuk memberikan gambaran yang lengkap terhadap proses audit. KKA harus mencerminkan langkah-langkah kerja audit yang ditempuh, pengujian-pengujian yang dilakukan, informasi yang diperoleh, dan kesimpulan hasil audit.

 Perumusan
1.Mengapa Kertas Kerja Audit harus dibutuhkan ?
2.Apakah syarat-syarat untuk penyusunan kertas kerja audit ?
3.Bagaimana bentuk dan isi Kertas Kerja Audit ?
4.Apa sajakah yang diperlukan untuk melakukan review dan pengendalian manajemen ?
5.Bagaimana pengorganisasian Kertas Kerja Audit ?
6.Apa manfaat dari penyusunan program kerja audit ?
7.Apa sajakah hal pokok yang harus diperhatikan untuk melakukan program kerja audit ?
8.Bagaimana langkah kerja dalam pelaksanaan tugas audit ?
9.Apa sajakah ketentuan yang harus diperhatikan dalam menyusun program kerja audit ?


II. PEMBAHASAN
 KERTAS KERJA AUDIT
Kertas kerja audit adalah catatan-catatan yang dibuat dan data yang dikumpulkan oleh Auditor secara sistematis pada saat melaksanakan tugas audit.
Kertas kerja audit harus mencerminkan langkah-langkah kerja audit yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, informasi yang diperoleh, dan kesimpulan yang dibuat.
A. Manfaat KKA:
- Merupakan dasar penyusunan Laporan Hasil Audit
- Merupakan alat bagi supervisor atau partner untuk mereview dan mengawasi perkerjaan anggota tim audit
- Merupakan alat pembuktian dari Laporan Hasil Audit
- Menyajikan data untuk keperluan referensi
- Merupakan salah satu pedoman untuk tugas audit periode berikutnya

B. Syarat KKA
KKA harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
- Lengkap
- Bebas dari kesalahan, baik kesalahan hitung maupun kesalahan penyajian informasi
- Didasarkan pada fakta dan argumen yang rasional
- Disajikan secara sistematis, rapi, dan mudah dipahami
- Memuat hal penting dan relevan dengan pemeriksaan
- Mempunyai tujuan yang jelas
- Sedapat mungkin menghindari pekerjaan menyalin ulang
- Dalam setiap KKA harus mencantumkan kesimpulan dan komentar atau catatan reviewer

C. Arsip KKA
1. KKA dihimpun dalam odner atau filing sejenisnya
2. Pada sampul depan odner KKA ditulis:
- Nama objek audit
- Aktivitas yang diaudit
- Periode audit
- Objek pemeriksaan:
3. Daftar isi
4. Halaman berikutnya berisi:
- Daftar simbol (tick mark) yang digunakan
- Surat penugasan (assignment letter)
- Program kerja
- Kelompok-kelompok KKA


D. Isi KKA
1. Kelompok I: Program Audit
2. Kelompok II : Persiapan Audit
- Pembicaraan pendahuluan
- Informasi umum
- Ikhtisar persiapan pemeriksaan
3. Kelompok II I: Pemeriksaan Pendahuluan
- Flow chart pengendalian manajemen
- Penelaahan ketentuan yang berlaku
- Pengujian pengendalian manajemen
- Ikhtisar temuan hasil pemer iksaan pendahuluan
4. Kelompok IV: Pemeriksaan Lanjutan
- Pengembangan temuan
- Daftar temuan dan rekomendasi
5. Kelompok V: Tindak Lanjut

Jenis Kertas Kerja :
 Working Trial Balance
 Skedul dan Analisis
 Memo Auidt dan Informasi Penguat
 Jurnal Penyesuaian dan Reklasifikasi

Penyusunan Kertas Kerja
 Judul
 Nomor Indeks
 Referensi silang
 Tanda auidt
 Tandatangan dan tanggal

Arsip Kertas Kerja
 Arsip permanen
 Arsip sekarang

 PROGRAM KERJA AUDIT
Program kerja audit adalah rangkaian yang sistematis dari prosedur-prosedur pemeriksaan untuk mencapai tujuan audit. Program audit berisi rencana langkah kerja yang harus dilakukan selama audit berlangsung yangdidasarkan atas tujuan dan sasaran yang ditetapkan serta informasi yang ada tentang objek yang diperiksa.

A. Manfaat Program Kerja
Manfaat penyusunan program kerja:
1. Merupakan suatu rencana yang sistematis tentang setiap tahap kegiatan yang bisa dikomunikasikan kepada semua anggota tim audit
2. Merupakan landasan yang sistematis dalam memeberikan tugas kepada para auditor dan supervisornya
3. Sebagai dasar untuk membandingkan pelaksanaan kegiatan dengan rencana yang telah disetujui dan dengan standar serta persyaratan yang terlah ditetapkan
4. Dapat membantu auditor yang belum berpengalaman dan membiasakan mereka dengan ruang lingkup, tujuan, serta langkah-langkah audit
5. Dapat membantu auditor untuk mengenali sifat pekerjaan yang telah dikerjakan sebelumnya
6. Dapat mengurangi kegiatan pengawasan langsung oleh supervisor
Program audit bersifat fleksibel (tidak kaku), dapat disesuaikan, diperluas, atau dikurangi disesuaikan dengan kondisi yang ada dan hasil penilaian terhadap pengendalian manajemen. Untuk setiap tahap pemeriksaan (persiapan pemeriksaan, pemeriksaan pendahuluan, dan pemeriksaan lanjutan) harus disiapkan program audit tersendiri. Program audit harus dituangkan dalam kertas kerja audit (KKA) atau audit working papers.

Setiap program audit yang lengkap mencakup 4 bagian pokok.
1. Pendahuluan
Memuat informasi latar belakang objek yang diperiksa yang bermanfaat
Bagi auditor untuk memahami objek yang diperiksa.
2. Pernyataan Tujuan Pemeriksaan
a. Tujuan-tujuan khusus pemeriksaan dengan mempertimbangkan
b. Cara pendekatan pemeriksaan yang dipilih
c. Pola laporan yang dikehendaki
d. Hal lain yang penting
3. Instruksi khusus
Memuat instruksi-instruksi khusus dari pimpinan kantor akuntan publikatau pimpinan perusahan yang diaudit .
4. Langkah-langkah kerja

B. Langkah-Langkah Kerja
Langkah-langkah kerja memuat pengarahan-pengarahan khusus pelaksanaan tugas audit, sesuai dengan tahapannya, yaitu:
1. Persiapan Pemeriksaan
- Pembicaraan pendahuluan dengan objek audit
- Pengumpulan informasi umum
- Pembuatan ikhtisar hasil persiapan pemeriksaan
2. Pemeriksaan Pendahuluan
- Penelaahan ketentuan-ketentuan yang berlaku
- Pengujian pengendalian manajemen
- Penyusunan daftar ikhtisar temuan hasil pemeriksaan pendahuluan
- Pembahasan hasil pemeriksaan pendahuluan dengan Auditee
3. Pemeriksaan Lanjutan
- Pengembangan temuan hasil pemeriksaan pendahuluan
- Penyajian hasil pemeriksaan lanjutan
- Saran/rekomendasi
- Pembahasan temuan dengan Auditee
- Pembahasan hasil pemeriksaan dengan Auditee
C. Penyusunan Program Kerja Audit
Patokan dalam penyusunan program kerja audit:
 Tujuan audit harus dinyatakan secara jelas dan memungkinkan untuk dapat dicapai
 Setiap langkah pemeriksaan harus merinci prosedur audit yang harus dilakukan
 Setiap langkah pemeriksaan harus berbentuk instruksi-instruksi mengenai pekerjaan yang harus dilakukan
 Program audit harus menggambarkan ututan prioritas langkah-langkah pemeriksaan yang dilaksanakan
 Program audit harus fleksibel namun setiap perubahan harus dengan persetujuan supervisor
 Program audit harus berisi informasi yang perlu untuk dapat dilaksanakan dan dievaluasi secara tepat
 Program audit tida k boleh memuat perintah untuk memperoleh informasi yang telah ada dalam permanen file, tetapi cukup menunjuk file yang bersangkutan
 Program audit harus menyertakan taksiran waktu yang diperlukan sesuai
Audit Program merupakan kumpulan dari prosedur audit yg akan dijalankan dan dibuat scr tertulis
Tujuan Audit Program:
Membantu Auditor dlm memberikan perintah kpd asisten mengenai pekerjaan yg harus dilaksanakan.
Audit Program yg baik harus mencantumkan :
1. Tujuan pemeriksaan.
2. Audit prosedur yg akan dijalankan
3. Kesimpulan pemeriksaan.
MANFAAT AUDIT PROGRAM
 Sebagai petunjuka kerja yagn harus dilakukan dan instruksi bagaimana harus menyelesaikan suatu pemeriksaan
 Sebagai dasar untuk koordinasi, pengawasan, dan pengendalian pemeriksaan
 Sebagai dasar penilaian kerja yang dilakukan klien.
PROSEDUR AUDIT PROGRAM
 Prosedur Audit Program untuk Compliance Test
 Prosedur Audit Program untuk Substantive Test
 Prosedur Audit Program untuk keduanya.


III. KESIMPULAN
Kertas Kerja Audit
Kertas kerja audit adalah catatan-catatan yang dibuat dan data yang dikumpulkan oleh Auditor secara sistematis pada saat melaksanakan tugas audit.
Kertas kerja audit harus mencerminkan langkah-langkah kerja audit yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, informasi yang diperoleh, dan kesimpulan yang dibuat. KKA mempunyai manfaat, yaitu:
- Merupakan dasar penyusunan Laporan Hasil Audit
- Merupakan alat bagi supervisor atau partner untuk mereview dan mengawasi perkerjaan anggota tim audit
- Merupakan alat pembuktian dari Laporan Hasil Audit
- Menyajikan data untuk keperluan referensi
- Merupakan salah satu pedoman untuk tugas audit periode berikutnya
Program Kerja Audit
Program kerja audit adalah rangkaian yang sistematis dari prosedur-prosedur pemeriksaan untuk mencapai tujuan audit. Program audit berisi rencana langkah kerja yang harus dilakukan selama audit berlangsung yangdidasarkan atas tujuan dan sasaran yang ditetapkan serta informasi yang ada tentang objek yang diperiksa.
Manfaat penyusunan program kerja:
1. Merupakan suatu rencana yang sistematis tentang setiap tahap kegiatan yang bisa dikomunikasikan kepada semua anggota tim audit
2. Merupakan landasan yang sistematis dalam memeberikan tugas kepada para auditor dan supervisornya
3. Sebagai dasar untuk membandingkan pelaksanaan kegiatan dengan rencana yang telah disetujui dan dengan standar serta persyaratan yang terlah ditetapkan
4. Dapat membantu auditor yang belum berpengalaman dan membiasakan mereka dengan ruang lingkup, tujuan, serta langkah-langkah audit
5. Dapat membantu auditor untuk mengenali sifat pekerjaan yang telah dikerjakan sebelumnya

6. Dapat mengurangi kegiatan pengawasan langsung oleh supervisor

http://ambarwijaksono.blogspot.com/2010/05/ringkasan-materi-kuliah-bab-3-kertas.html

tugas ringkasan b.indonesia 2

PEMERIKSAAN PERSEDIAAN
(INVENTORIES)

11.1 PENGERTIAN PERSEDIAAN
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No.14, hal 14.1 s/d 14.2 & 14.9 – IAI, 2002, persediaan adalah aktiva:
yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal. dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan; atau dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses atau pemberian jasa.
Persediaan meliputi barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual kembali, misalnya barang dagang dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali, atau pengadaan tanah dan properti lainnya untuk dijual kembali. Persediaan juga mencakup barang jadi yang telah diproduksi, atau barang dalam penyelesaian yang sedang diproduksi perusahaan, dan termasuk bahan serta perlengkapan yang akan digunakan dalam proses produksi.
Biaya persediaan harus meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai.
Persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi, mana yang lebih rendah (the lower ofcost and net realiable value)

Persediaan mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
biasanya merupakan aktiva lancar (current assets) karena masa perputarannya biasanya kurang atau sama dengan satu tahun. merupakan jumlah yang besar, terutama dalam perusahaan dagang dan industri. mempunyai pengaruh yang besar terhadap neraca dan perhitungan laba rugi, karena kesalahan dalam menentukan persediaan pada akhir periode akan mengakibatkan kesalahan dalam jumlah aktiva lancar dan total aktiva, harga pokok penjualan, laba kotor dan laba bersih, taksiran pajak penghasilan, pembagian dividen dan laba rugi ditahan, kesalahan tersebut akan terbawa ke laporan keuangan periode berikutnya.
Contoh dari perkiraan-perkiraan yang biasa digolongkan sebagai persediaan adalah:
Bahan baku {raw materials)
Barang dalam proses (work in process)
Barang jadi (finished goods)
Suku cadang (spare-parts)
Bahan pembantu: olie, bensin, solar
Barang dalam perjalanan (goods in transit), yaitu barang yang sudah dikirim oleh Supplier tetapi belum sampai di gudang perusahaan.
Barang konsinyasi: consignment out (barang perusahaan yang dititip jual pada perusahaan lain). Sedangkan consignment in (barang perusahaan lain yang dititip jual di perusahaan) tidak boleh dilaporkan/dicatat sebagai persediaan perusahaan.

11.2 TUJUAN PEMERIKSAAN (AUDIT OBJECTIVES) PERSEDIAAN
Untuk memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup baik atas persediaan,
Untuk memeriksa apakah persediaan yang tercantum di neraca betul-betul ada dan dimiliki oleh perusahaan pada tanggal neraca.
Untuk memeriksa apakah metode penilaian persediaan (valuation) sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/Standar Akuntansi Keuangan.
untuk memeriksa apakah sistem pencatatan persediaan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/SAK.
Untuk memeriksa apakah terhadap barang-barang yang rusak (defective), bergerak lambat (s/ow moving) dan ketinggalan mode (absolescence) sudah dibuatkan allowance yang cukup.
Untuk mengetahui apakah ada persediaan yang dijadikan jaminan kredit.
Untuk mengetahui apakah persediaan diasuransikan dengan nilai pertanggungan yang cukup.
Untuk mengetahui apakah ada perjanjian pembelian/penjualan persediaan (purchasel sales commitment) yang mempunyai pengaruh yang besar terhadap laporan keuangan,
Untuk memeriksa apakah penyajian persediaan dalam laporan keuangan sudah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/SAK.
Penjelasan atas tujuan pemeriksaan
Untuk memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup baik atas persediaan, Jika akuntan publik dapat meyakinkan dirinya bahwa internal control atas perolehan, penyimpanan dan pengeluaran persediaan berjalan efektif, maka luasnya pemeriksaan dalam melakukan substantive test atas persediaan dapat dipersempit.
Beberapa ciri internal control yang baik atas persediaan adalah:
Adanya segregation of duties (pemisahan tugas dan tanggung jawab) antara bagial pembelian, penerimaan barang, gudang, akuntansi dan keuangan.
Digunakannya formulir-formulir yang prenumbered (bernomor urut tercetak), seperti:
purchase requisition (permintaan pembelian), purchase order (order pembelian),
delivery order (surat jalan), receiving report (laporan penerimaan barang), sales order (order penjualan), sates invoice (faktur penjualan).
Untuk pembelian dalam jumlah besar dilakukan melalui tender.
Adanya sistem otorisasi, baik untuk pembelian, penjualan, penerimaan kas/bank, maupun pengeluaran kas/bank.
Digunakannya anggaran {budget) untuk pembelian, produksi, penjualan, dan penerimaan serta pengeluaran kas.
Pemesanan barang dilakukan dengan memperhitungkan economic order quantity dan iron stock.
Digunakannya perpetual inventory system dan stock card, terutama di perusahaan yang nilai persediaan per jenisnya cukup material.
Untuk memeriksa apakah persediaan yang tercantum di neraca betul-betul ada dan dimiliki oleh perusahaan pada tanggal neraca.
Dahulu kala di Amerika pernah terjadi “Robinson Case”, yaitu adanya perusahaan yang melaporkan saldo persediaannya sangat besar, padahal sebenarnya jumlah tersebut banyak yang fiktif. Sejak kasus itu akuntan publik diharuskan untuk melakukan pengamatan terhadap persediaan perusahaan per tanggal neraca, untuk meyakinkan keberadaan persediaan tersebut. Dalam hal ini saldo persediaan termasuk barang dalam perjalanan dan barang konsinyasi (hanya consignment out).

Untuk memeriksa apakah metode penilaian persediaan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan
Pada umumnya persediaan dinilai berdasarkan harga perolehan (acquisition cost), dalam hal ini bisa dipilih metode FIFO (first in first out), LIFO (last in first out) atau AVERAGE COST (moving average atau weighted average).

Untuk barang-barang yang harga jualnya sudah pasti (logam mulia) atau cepat rusak (hasil pertanian seperti sayuran dan buah-buahan) bisa di nilai berdasarkan harga jual. Untuk barang-barang yang usang, rusak atau bergerak lambat bisa diadakan penyisihan (allowance) sehingga sesuai dengan metode lower of cost or market (mana yang lebih rendah antara harga perolehan dan harga pasar). Dalam keadaan inflasi, penggunaan FIFO akan mengakibatkan harga pokok penjualan rendah dan laba kotor menjadi tinggi; penggunaan LIFO akan menghasilkan laba kotor yang rendah; penggunaan AVERAGE COST akan menghasilkan laba kotor yang lebih kecil dibandingkan FIFO tetapi lebih besar dari penggunaan LIFO. Dari segi undang-undang pajak tidak diperkenankan menggunakan LIFO karena berarti pajak yang terutang akan lebih kecil dibandingkan penggunaan FIFO dan AVERAGE COST akan menghasilkan laba kotor yang lebih kecil dibandingkan FIFO tetapi lebih besar daripada penggunaan LIFO.

Untuk memeriksa apakah sistem pencatatan persediaan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Ada dua sistem pencatatan persediaan yang biasa digunakan, yaitu perpetual system dan physical (periodical) system. Dalam perpetual system, setiap ada pembelian, perkiraan persediaan akan didebit, setiap ada penjualan, perkiraan persediaan akan dikredit. Jika digunakan physical system, perkiraan persediaan tidak pernah didebit waktu pembelian dan tidak pernah dikredit waktu ada penjualan. Karena itu jika perusahaan ingin mengetahui berapa saldo persediaan pada akhir periode, harus dilakukan stock opname (perhitungan phisik persediaan).

Jika perusahaan ingin memperkirakan berapa saldo persediaan pada akhir bulan atau tanggal tertentu bisa digunakan Retail Inventory Method atau Gross Profit Method. Namun demikian pada akhir tahun tetap terus dilakukan stock opname, agar bisa diketahui berapa saldo persediaan yang betul-betui dimiliki perusahaan. Perbedaan pencatatan antara perpetual dan physical inventory system:

Perpetual                    Physical

Pembelian     : DR Persediaan xx            DR Pembelian xx

CR Utang/Kas xx              CR Utang/Kas xx

Penjualan      : DR Piutang/Kas xx DR Piutang/Kas xx

CR Penjualan xx                CR Penjualan xx

DR Harga Pokok Penjualan xx

CR Persediaan  xx

Perpetual system biasanya digunakan pada perusahaan yang jenis persediaamya tidak banyak tetapi nilai persediaan per unitnya besar, misalnya dealer mobil dan toko emas. Phisycal system biasanya digunakan pada perusahaan yang jenis persediaan-nya banyak tetapi nilai persediaan per unitnya kecil, misalnya toko bahan bangunan,

Untuk mengetahui apakah terhadap barang-barang yang rusak, bergerak lambat dan ketinggalan mode sudah dibuatkan allowance yang cukup.
Barang-barang tersebut di atas tidak mungkin lagi dijual dengan harga normal, supaya bisa terjual harus dijual dengan harga obral yang umumnya lebih rendah dari harga pro perolehannya.

Karena itu harus dibuatkan allowance dalam jumlah yang cukup, dalam arti tidak terlalu kecil (karena akan mengakibatkan laba terlalu besar) dan tidak terlalu besar (akan mengakibatkan laba terlalu kecil).

Untuk mengetahui apakah ada persediaan yang dijadikan jaminan kredit.
Salah satu bentuk barang jaminan dari kredit yang diperoleh dari bank adalah persediaan, Jika ada persediaan yang dijadikan jaminan, hal ini harus diungkapkan (di cfi’scfose) dalam catatan atas laporan keuangan (notes to financial statements}.

Untuk mengetahui apakah persediaan diasuransikan dengan nilai pertanggungan {insurance coverage) yang cukup.
Persediaan harus diasuransikan, sehingga seandainya terjadi kebakaran, bisa diperoleh ganti rugi dari perusahaan asuransi dan perusahaan bisa terhindar dari kerugian karena kebakaran tersebut. Nilai pertanggungan asuransi harus cukup, dalam arti tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Yang harus diwaspadai adalah, jika perusahaan mengasuransikan persediaan dengan insurance coverage yang terlalu besar, terutama dalam keadaan bisnis yang lesu, mungkin perusahaan bermaksud membakar persediaannya agar mendapat keuntungan dari ganti rugi perusahaan asuransi.

Untuk mengetahui apakah ada perjanjian pembelian/penjualan persediaan yang mempunyai pengaruh yang besar terhadap laporan keuangan.
Jika hal tersebut ditemukan, harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Misalnya: pada tanggal 24 November 2002, perusahaan menandatangani kontrak penjualan dengan salah satu pelanggannya untuk menjual 10.000 unit barang X dengan harga jual Rp.100.000,- per unit, penyerahan barang akan dilakukan pada tanggal 13 Februari 2003. Ternyata di bulan Februari 2003 harga pasar barang X tersebut meningkat menjadi Rp.130.000,- per unit. Karena sudah ada sales commitment, maka perusahaan mau tidak mau harus tetap menjual barang tersebut ke pelanggannya sebanyak 10.000 unit dengan harga sesuai kontrak, yaitu Rp.100.000,- per unit.

Dalam hal ini perusahaan rugi sebesar 10.000 X (Rp.130.000, — 100.000,-) = Rp.300.000.000,-.

Untuk memeriksa apakah penyajian persediaan dalam laporan keuangan sudah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/SAK.
Dalam hal ini harus diketahui sistem pencatatan persediaan yang digunakan perusahaan {perpetual atau physical system} dan metode penilaian persediaan yang digunakan perusahaan (apakah berdasarkan harga perolehan, dengan FIFO atau LIFO atau Average cost method}, apakah sudah diterapkan lower of cost or market atas persediaan tersebut.

11.3 PROSEDUR PEMERIKSAAN (YANG DISARANKAN) ATAS PERSEDIAAN

Prosedur pemeriksaan dibagi atas prosedur bompliance test, analytical review dan substantive test.

Dalam praktiknya, prosedur pemeriksaan yang dibahas di sini harus disesuaikan dengan kondisi perusahaan yang diaudit.

Prosedur pemeriksaan persediaan mencakup pembelian, penyimpanan, pemakaian dan penjualan persediaan, karena berkaitan dengan siklus pembelian, utang dan pengeluaran kas serta siklus penjualan, piutang dan penerimaan kas.

Prosedur pemeriksaan untuk compliance test.

Pelajari dan evaluasi internal control atas persediaan.
Dalam hal ini auditor biasanya menggunakan internal control questionnaires, yang contohnya bisa dilihatdi Exhibit 11-1.
Lakukan test transaksi (compliance test} atas pembelian dengan menggunakan purchase order sebagai sample. Untuk test transaksi atas pemakaian persediaan (bahan baku) bisa digunakan material requisition sebagai sample. Untuk test transaksi atas penjualan, bisa digunakan faktur penjualan sebagai sample.
Tarik kesimpulan mengenai infernal control atas persediaan.
Jika dari test transaksi auditor tidak menemukan kesalahan yang berarti, maka auditor bisa menyimpulkan bahwa in rnal control atas persediaan berjalan efektif. Karena itu substantive test atas persediaan bisa dipersempit.

Prosedur pemeriksaan substantive atas persediaan.’

Lakukan observasi atas stock opname (perhitungan phisik) yang dilakukan perusahaan (klien).
Minta Final Inventory List [Inventory Compilation) dan lakukan prosedur pemeriksaan berikut ini:
check mathematical accuracy (penjumlahan dan perkalian).
cocokkan “quantity per book” dengan stock card.
cocokkan “quantity per count dengan “count sheet kita (auditor)
cocokkan “total value” dengan buku besar persediaan.
Kirimkan konfirmasi untuk persediaan consignment out.
Periksa unit price dari raw material (bahan baku), work in process (barang dalam proses), finished goods (barang jadi) dan supplies (bahan pembantu).
Lakukan rekonsiliasi jika stock opname dilakukan beberapa waktu sebelum atau sesudah tanggal neraca.
Periksa cukup tidaknya allowance for slow moving (barang-barang yang bergerak lambat), barang-barang yang rusak dan barang-barang yang ketinggalan mode.
Periksa kejadian sesudah tanggal neraca (subsequent event).
Periksa cut-off penjualan dan cut-off pembehan.
Periksa jawaban konfirmasi dari bank, loan agreement (perjanjian kredit), notulen rapat,
Periksa apakah ada sates atau purchase commitment per tanggal neraca.
Seandainya ada barang dalam perjalanan (goods in transit), lakukan prosedur berikut ini:
minta rincian goods in transit per tanggal neraca.
periksa mathematical accuracy,
periksa subsequent clearance.
Buat kesimpulan dari hasil pemeriksaan persediaan dan buat usulan adjustment jika diperlukan.
Periksa apakah penyajian persediaan di laporan keuangan sudah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/SAK.
Penjelasan Prosedur Audit

Lakukan observasi atas stock opname yang dilakukan klien.
Stock opname dilakukan terutama untuk persediaan yang berada di gudang perusahaan, Untuk barang consignment out dan barang-barang yang tersimpan di public warehouse jika jumlahnya material harus dilakukan stock opname, jika tidak material, cukup dikirim konfirmasi. Stock opname bisa dilakukan pada akhir tahun atau beberapa waktu sebelum/ sesudah akhir tahun.

Untuk perusahaan yang internal controhya lemah, stock opname sebaiknya dilakukan pada tanggal neraca. Untuk perusahaan yang internal controlnya baik, stock opname bisa dilakukan beberapa waktu sebelum atau sesudah tanggal neraca. Namun demikian, sebaiknya tidak terlalu jauh dari tanggal neraca, untuk memudahkan auditor pada waktu melakukan trace backward/trace forward (rekonsiliasi saldo persediaan pertanggal stock opname dengan pertanggal neraca).

Contoh trace forward di perusahaan dagang:

Saldo persediaan per tanggal

Stock Opname 30-11-02         Rp. 150.000.000

Pembelian 1-12-02 s/d 31-12-02        Rp. 350.000.000

Penjualan 1-12-02 s/d 31-12-02         (Rp.430.000.000)

Saldo persediaan per 31-12-02          Rp.   70.000.000

Ada beberapa hal yang harus dilakukan auditor sebelum pelaksanaan stock opname:

Dapatkan dan pelajari Petunjuk Pelaksanaan Stock Opname (Phisycal Inventory Instruction) yang dibuat oleh perusahaan, di mana biasanya telah mencakup:
Pengaturan team/petugas stock opname.
Tanggal pelaksanaan stock opname.
Lokasi dan denah gudang
Pembatasan semininal mungkin ke luar masuknya barang pada waktu pelak­sanaan stock opname.
Prosedur cut-off, yaitu mencatat nomor dan tanggal terakhir dari receiving report dan issuing report/shipping report.
Penggunaan bin-tag untuk mencatat hasil perhitungan, yang sebelumnya ditempelkan di setiap jenis barang.
Bin-tag tersebut mencantumkan: nama dan jenis barang, nomor kode barang, satuan dan jumlah unit, dan diberi nomor urut tercetak (prenumbered).

Contoh Bin-Card

Team pertama akan menghitung barang tersebut, misalkan HzSCli lalu mencantumkan hasil perhi-tungannya di bagian 1 dan mem-bubuhi paraf atau tanda tangan-nya, lalu merobek bagian 2 untuk diserahkan ke petugas yang akan mencatat dalam final inventory list di kolom “first counf (hitungan pertama). Team kedua akan me-lakukan hal yang sama, mengisi di bagian 3 dan menyerahkan ke petugas final inventory list.

Dengan demikian setiap barang akan dihitung dua kali oleh tim yang berbeda.

Contoh   “Physical Inventory Instruction” bisa dilihat di Exhibit 11-3.

Jika auditor menggangap physical inventory instruction tersebut mengandung kelemahan atau kekurangan, ia harus menyarankan ke klien untuk melengkapinya.

Lakukan peninjauan gudang sebelum stock opname dilakukan, untuk mendapal gambaran mengenai lokasi gudang, dan apakah barang-barang di gudang telah disusun rapih menurut jenis dan kelompoknya. Jika ditemukan barang-barang masih tercampur antara jenis yang satu dengan jenis yang lainnya, auditor bisa meminta klien untuk merapihkan dulu penyusunan barang-barang tersebut dan kemungkinan menunda pelaksanaan stock opname, agar bisa diperoleh hasil perhitungan yang akurat.

http://accountance.wordpress.com/2009/11/28/pemeriksaan-persediaan/

RANGKUMAN TUGAS SOFTSKILL

Audit Laporan Keuangan
Menurut Boynton dan Kell (2003:6), terdapat tiga tipe audit, yaitu:
1.         Audit laporan keuangan (financial statement audit), berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan mengevaluasi bukti tentang laporan-laporan entitas dengan maksud agar dapat memberikan pendapat apakah laporan-laporan tersebut telah disajikan secara wajar sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, yaitu prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP).
2.         Audit kepatuhan (compliance audit), berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan memeriksa bukti-bukti untuk menetapkan apakah kegiatan keuangan atau operasi suatu entitas telah sesuai dengan persyaratan ketentuan, atau peraturan tertentu.
3.         Audit operasional (operational audit), berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan mengevaluasi bukti-bukti tentang efisiensi dan efektivitas kegiatan operasi entitas dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan tertentu.
Yusuf (2001:6) menyatakan audit atas laporan keuangan adalah salah satu bentuk jasa atestasi yang dilakukan auditor. Dalam pemberian jasa ini, auditor menerbitkan laporan tertulis yang berisi pernyataan pendapat apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku umum.
Dalam PSA No. 02 (IAI,2001:110.1) dinyatakan bahwa tujuan audit umum atas laporan keuangan oleh auditor independen adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Laporan auditor merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan pandapat, ia harus menyatakan apakah auditnya telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang telah ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia.
Dalam pelaksanaannya, audit atas laporan keuangan melalui beberapa tahapan (Mulyadi dan Puradiredja,1997:117), yaitu:
1.         Penerimaan Penugasan Audit.
Di dalam memutuskan apakah suatu penugasan audit dapat diterima atau tidak, auditor menempuh suatu proses yang terdiri dari 6 tahap, yaitu:
a.         Mengevaluasi integritas manajemen.
b.         Mengidentifikasi keadaan khusus dan resiko luar biasa.
c.          Menentukan kompensasi untuk melaksanakan audit.
d.         Menilai independensi.
e.         Menentukan kemampuan untuk menggunakan kecermatan dan keseksamaan.
f.          Membuat surat penugasan audit.
2.         Perencanaan Audit.
Keberhasilan penyusunan penugasan audit sangat ditentukan oleh kualitas perencanaan audit yang dibuat oleh auditor. Tujuh tahapan yang harus ditempuh oleh auditor dalam merencanakan auditnya, yaitu:
a.         Memahami bisnis dan industri klien
b.         Melaksanakan prosedur analitik.
c.          Mempertimbangkan tingkat materialitas awal.
d.         Mempertimbangkan risiko bawaan.
e.         Mempertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap saldo awal, jika penugasan klien berupa audit tahun pertama.
f.          Mereview informasi yang berhubungan dengan kewajiban-kewajjiban legal klien.
g.         Mengembangkan strategi audit awal terhadap asersi signifikan.
h.         Memahami struktur pengendalian intern klien.
3.         Pelaksanaan PengujianAudit
Tahap ini disebut juga tahap ”pekerjaan lapangan”. Tujuannya adalah untuk memperoleh bukti auditing tentang efektivitas struktur pengendalian intern klien dan kewajaran laporan keuangan klien. Tahap ini harus mengacu pada standar pekerjaan lapangan.
4.         Pelaporan Audit.
Tahap ini harus mengacu pada standar pelaporan. Dua langkah penting yang dilakukan adalah menyelesaikan audit dengan meringkas semua hasil pengujian dan menarik kesimpulan serta menerbitkan laporan audit yang melampiri laporan keuangan yang diterbitkan klien.
Dalam setiap tahap audit atas laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor independen harus ditetapkan standar auditing. Standar auditing merupakan suatu kaidah agar mutu auditing dapat dicapai sebagaimana mestinya. Secara lengkap, seperti yang tercantum di dalam Standar Profesional Akuntan Publik, PSA No. 01 (IAI,2001:150.1) menyatakan bahwa standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia adalah sebagai berikut:
1.         Standar Umum
a.         Audit harus dilakukan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor.
b.         Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
c.          Dalam pelaksanaan audit dan penyusuna laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
2.         Standar Pekerjaan Lapangan
a.         Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
b.         Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
c.          Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat ataas laporan keuangan auditan.
3.         Standar Pelaporan
a.         Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
b.         Laporan audit harus menunjukkan keadaan yang di dalamnya prinsip akuntansi tidak secara konsisten diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dalam hubungannya dengan prinsip akuntansi yang diterpkan dalam periode sebelumnya.
c.          Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit.
d.         Laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam semua hal yang mana auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan auditor, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikulnya.
Tahap akhir dari audit laporan keuangan adalah tahap pelaporan audit. Pada tahap ini seorang auditor akan memberikan pendapatnya atas laporan keuangan yang telah diauditnya. Menurut Halim (2001:63) dalam Sovie (2005), ada enam jenis pendapat yang dapat diberikan oleh auditor, yaitu:
1.         Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)
Pendapat ini dapat diberikan auditor apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan dengan standar auditing, panyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, dan tidak terdapat kondisi atau keadaan tertentu yang memerlukan bahasa penjelasan.
2.         Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan tambahan bahasa penjelasan
Pendapat ini dapat diberikan apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan dengan standar auditing, panyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, tetapi terdapat kondisi atau keadaan tertentu yang memerlukan bahasa penjelasan.
3.         Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion)
Menurut SA 508 paragraf 20 (IAI, 2001: 508.11), jenis pendapat ini diberikan apabila:
a.         Tidak ada bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit yang material tetapi tidak mempengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan.
b.         Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum yang berdampak material tetapi tidak mempengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan. Penyimpangan tersebut dapat berupa pengungkapan yang tidak memadai, maupun perubahan dalam prinsip akuntansi.
4.         Pendapat tidak wajar (adverse opinion)
Pendapat ini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secar wajar posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Auditor harus menjelaskan alasan pendukung pendapat tidak wajar, dan dampak utama dari hal yang menyebabkan pendapat diberikan terhadap laporan keuangan.
5.         Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion atau no opinion)
Pernyataan ini layak diberikan, apabila ada pembatasan lingkup audit yang sangat material baik oleh klien maupun karena kondisi tertentu dan auditor tidak independen terhadap klien.
6.         Pendapat tidak penuh (piecemeal opinion)
Pendapat ini sebenarnya bukan merupakan suatu jeni pendapat tersendiri. Pendapat tidak penuh adalah pendapat atas unsur tertentu dalam laporan keuangan. Pendapat ini tidak boleh dinyatakan jika auditor menyatakan tidakmemberikan pendapat atau ia menyatakan pendapat tida wajar atas laporan keuangan secara keseluruhan.
Bentuk Kepemilikan Akuntan Publik
Arens dan Loebbecke (1996: 11) membagi bentuk kepemilikan kantor akuntan publik ke dalam empat kategori, terdiri dari:
1.         Kantor Akuntan Publik Internasional
Sebelum tahun 1989 terdapat delapan KAP yang lazim disebut ”The Big Eight”. Di tahun 1989, terjadi dua merger antara dua perusahaan, sehingga menjadi ”The Big six”. Tidak ada alasan untuk merger ini, tetapi faktor utama adalah kebutuhan bagi kantor akuntan publik untuk melayani bisnis internasional seiring dengan adanya globalisasi. Pada tahun 2001, terdapat KAP yang bertaraf internasional yang menduduki lima besar dunia, yang lazim disebut The Big Five. The Big Five ini adalah KAP Arthur Andersen (di Indonesia berafiliasi dengan KAP Prasetio Utomo & Co.), KAP Delloit Thouch Tohmatsu (di Indonesia berafiliasi dengan KAP Hans Tuanakotta Mustofa), KAP Ernst and Young (di Indonesia berafiliasi dengan KAP Hanadi, Sarwoko Dan Sandjaja), Kap Pricewaterhouse Coopers (di Indonesia berafiliasi dengan KAP Drs. Hadi Susanto dan Rekan), dan KAP Klynveld Peat Marwick Goerdeler/KPMG (di Indonesia berafiliasi dengan KAP Sidharta, Sidharta dan Harsono). Namun sekitar tahun 2002, KAP Arthur Andersen mengalami kasus dan membubarkan diri (tanpa nama, 2003). Di Indonesia, partner KAP yang berafiliasi dengan KAP Arthur Andersen kemudian bergabung dengan KAP Ernst and Young, sehingga berganti nama menjadi KAP Prasetio, Sarwoko dan Sandjaja (Tanpa Nama, 2002).
2.         Kantor Akuntan Publik Nasional
Beberapa KAP lainnya di Amerika Serikat yang dianggap sebagai kantor akuntan publik berukuran nasional karena memiliki cabang-cabang di seluruh kota besar di Amerika Serikat. Mereka memiliki hubungan dengan KAP di luar negeri sehingga memiliki juga potensi internasional. Pada masa belakangan ini emakin banyak kantor akuntan publik jenis ini yang juga diwakili di Indonesia.
3.         Kantor Akuntan Publik Lokal dan Regional
Sebagian kantor akuntan publik di Indonesia merupakan kantor akuntan publik lokal atau regional, dan terutama sekali di Pulau Jawa. Banyak diantaranya yang berafiliasi dengan organisasi kantor akuntan publik internasional dalam kelompok 30 besar untuk bertukar pandangan dan pengalaman mengenai hal-hal seperti teknik informasi dan pendidikan lanjutan.
4.         Kantor Akuntan Publik Lokal Kecil
Sebagian kantor akuntan publik di Indonesia mempunyai kurang dari 25 orang tenaga profesional pada suatu KAP. Mereka memberikan jasa audit dan pelayanan yang berhubungan dengan badan-badan usaha kecil dan organisasi nirlaba, meskipun ada diantaranya yang melayani satu dua perusahaan yang go public.
Pelaporan Keuangan Bagi Perusahaan Publik
Sebelum tahun 2003, berdasrkan lampiran keputusan ketua BAPEPAM Nomor Keputusan 80/PM/1996 dalam Widiyanti (2003) tentang penyampaian laporan keuangan berkala, maka setiap emiten dan perusahaan publik yang pernyataan pendaftarannya telah efektif wajib menyampaikan laporan keuangan berkala dan laporan auditor independen kepada BAPEPAM selambat-lambatnya 120 hari setelah tanggal laporan tahunan perusahaan. Namun sejak tanggal 30 September 2003, BAPEPAM merevisi peraturan tersebut, dengan dikeluarkannya lampiran surat keputusan Ketua BAPEPAM Nomor: Keputusan 36/PM/2003 yang menyatakan bahwa laporan keuangan tahunan harus disertai dengan laporan akuntan dengan pendapat yang lazim dan disampaikan kepada BAPEPAM selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga (90 hari) setelah tanggal laporan keuangan tahunan (Sovie, 2005).
Setiap emiten dan perusahaan publik yang pernyataan pendaftarannya telah menjadi efektif wajib menyampaikan laporan keuangan berkala kepada BAPEPAM sebanyak 4 (empat) eksemplar, sekurang-kurangnya 1 (satu) dalam bentuk asli. Laporan keuangan yang harus disampaikan ke BAPEPAM terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan, dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan jika dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan jenis industrinya.
Laporan keuangan tahunan wajib diumumkan kepada publik dengan ketentuan sebagai berikut:
a.         Perusahaan wajib mengumumkan neraca, laporan laba rugi dan laporan lain yang dipersyaratkan oleh instansi yang berwenangsesuai dengan jenis industrinya dalam sekurang-kurangnya 2 (dua) surat kabar harian berbahasa Indonesia yang satu diantaranya mempunyai peredaran nasional dan lainnya yang terbit di tempat kedudukan emiten atau perusahaan publik, selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga setelah tanggal laporan keuangan tahunan.
b.         Bentuk dan isi neraca, laporan laba rugi, dan laporan lain yang dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan jenis industri yang diumumkan tersebut harus sama dengan yang disajikan dalam laporan keuangan tahunan yang disajikan kepada BAPEPAM.
c.          Pengumuman tersebut harus memuat opini dari akuntan.
d.         Bukti pengumuman tersebut harus disampaikan kepada BAPEPAM selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pengumuman.
Jika emiten atau perusahaan publik yang laporan keuangannya mendapatkan opini selain wajar tanpa pengecualian, maka ketika mengumumkan laporan keuangan auditannya, perusahaan publik wajib pula memuat hal-hal sebagai berikut:
a.         Paragraf penjelasan akuntan atas opininya, antara lain menyangkut hal-hal sebagai berikut:
         Pembatasan ruang lingkup pemeriksaan.
         Penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum.
         Penjelasan ketidakpastian menyangkut kelangsungan usaha perusahaan dan kemungkinan adanya kerugian.
         Dampak utama penyimpangan terhadap laporan keuangan
b.         Tanggapan manajemen terhadap opini akuntan tersebut
Dengan semakin diperketatnya peraturan BAPEPAM terbaru yang menjadikan batas waktu penyampaian laporan keuangan auditan dari 120 hari menjadi 90 hari akan menjadikan tugas dari akuntan publik semakin berat. Hal ini disebabkan karena pekerjaan audit merupakan aktivitas yang membutuhkan waktu dikarenakan audit harus dilaksanakan dengan penuh kecermatan dan ketelitian. Disamping itu, dalam standar pekerjaan lapangan disebutkan bahwa audit harus dilaksanakan melalui pemahaman yang memadai dan pengumpulan bukti-bukti yang cukup melalui pengamatan, pengajuan pertanyaan dan konfirmasi.
Audit Delay
Ketepatan waktu penerbitan laporan keuangan auditan merupakan hal yang sangat penting khususnya untuk perusahan-perusahan publik yang menggunakan pasar modal sebagai salah satu sumber pendanaan. Beaver (1968) dalam Givoly dan Palmon (1982) memberikan bukti empiris berkaitan dengan isi informasi keuangan yang berupa pengumuman laba, dimana investor akan menunda pembelian atau penjualan sekuritasnya sampai dengan diterbitkannya laporan keuangan auditan perusahaan. Manajer perusahaan akan sangat menghargai jika auditor mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Namun auditor memerlukan waktu yang cukup untuk dapat megumpulkan bukti-bukti kompeten yang dapat mendukung opininya. Lamanya waktu penyelesaian audit diukur dari berakhirnya tahun fiskal sampai dengan tanggal ditandatanganinya laporan audit (tanggal opini) selanjutnya disebut sebagai audit delay.
Audit delay atau dalam beberapa penelitian sebagai audit reporting lag didefinisikan sebagai selisih waktu antara berakhirnya tahun fiskal sampai dengan tanggal diterbitkannya laporan audit. Definisi ini digunakan oleh Casrlaw dan Kaplan (1991); Ansah (2000); Hossain dan Taylor (1998); Halim (2000); serta Ahmad dan Kamarudin (2001). Dyer dan McHugh (1975) membagi keterlambatan atau lag menjadi:
1.         preliminary lag, yaitu interval antara berakhirnya tahun fiskal sampai dengan tanggal diterimanya laporan keuangan pendahulu oleh pasar modal.
2.         auditor’s signature lag, yaitu interval antara berakhirnya tahun fiskal sampai dengan tanggal yang tercantum dalam laporan auditor.
3.         total lag, yaitu interval antara berakhirnya tahun fiskal sampai dengan tanggal diterimanya laporan keuangan tahunan publikasi oleh pasar modal.
Di Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dan Bursa Efek Jakarta (BEJ) menetapkan bahwa laporan keuangan tahunan harus teraudit dalam waktu 90 hari serta harus diserahkan ke BAPEPAM dan BEJ untuk dipublikasikan. Hal ini dapat dijadikan pedoman oleh auditor dan pihak manajemen perusahaan publik bahwa batas waktu minimal audit delay adalah 90 hari (3 bulan). Apabila ketetapan ini dilanggar, maka BAPEPAM akan mengenakan sanksi bagi perusahaan yang tidak mematuhinya.
http://dwiermayanti.wordpress.com/2010/03/10/audit-keuangan-2/