Audit Laporan Keuangan
Menurut Boynton dan Kell
(2003:6), terdapat tiga tipe audit, yaitu:
1. Audit laporan keuangan (financial statement audit),
berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan mengevaluasi bukti tentang
laporan-laporan entitas dengan maksud agar dapat memberikan pendapat apakah
laporan-laporan tersebut telah disajikan secara wajar sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan, yaitu prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum
(GAAP).
2. Audit kepatuhan (compliance audit), berkaitan dengan
kegiatan memperoleh dan memeriksa bukti-bukti untuk menetapkan apakah kegiatan
keuangan atau operasi suatu entitas telah sesuai dengan persyaratan ketentuan,
atau peraturan tertentu.
3. Audit operasional (operational audit), berkaitan dengan
kegiatan memperoleh dan mengevaluasi bukti-bukti tentang efisiensi dan
efektivitas kegiatan operasi entitas dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan
tertentu.
Yusuf (2001:6) menyatakan audit
atas laporan keuangan adalah salah satu bentuk jasa atestasi yang dilakukan
auditor. Dalam pemberian jasa ini, auditor menerbitkan laporan tertulis yang
berisi pernyataan pendapat apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan
prinsip-prinsip yang berlaku umum.
Dalam PSA No. 02 (IAI,2001:110.1)
dinyatakan bahwa tujuan audit umum atas laporan keuangan oleh auditor
independen adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran dalam semua hal yang
material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas yang sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum. Laporan auditor merupakan sarana bagi auditor
untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan, untuk
menyatakan tidak memberikan pandapat, ia harus menyatakan apakah auditnya telah
dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang telah ditetapkan Ikatan Akuntan
Indonesia.
Dalam pelaksanaannya, audit atas
laporan keuangan melalui beberapa tahapan (Mulyadi dan Puradiredja,1997:117),
yaitu:
1. Penerimaan Penugasan Audit.
Di dalam memutuskan apakah suatu
penugasan audit dapat diterima atau tidak, auditor menempuh suatu proses yang
terdiri dari 6 tahap, yaitu:
a. Mengevaluasi integritas manajemen.
b. Mengidentifikasi keadaan khusus dan resiko luar biasa.
c. Menentukan kompensasi untuk melaksanakan audit.
d. Menilai independensi.
e. Menentukan kemampuan untuk menggunakan kecermatan dan
keseksamaan.
f. Membuat surat penugasan audit.
2. Perencanaan Audit.
Keberhasilan penyusunan penugasan
audit sangat ditentukan oleh kualitas perencanaan audit yang dibuat oleh
auditor. Tujuh tahapan yang harus ditempuh oleh auditor dalam merencanakan
auditnya, yaitu:
a. Memahami bisnis dan industri klien
b. Melaksanakan prosedur analitik.
c. Mempertimbangkan tingkat materialitas awal.
d. Mempertimbangkan risiko bawaan.
e. Mempertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap
saldo awal, jika penugasan klien berupa audit tahun pertama.
f. Mereview informasi yang berhubungan dengan kewajiban-kewajjiban
legal klien.
g. Mengembangkan strategi audit awal terhadap asersi
signifikan.
h. Memahami struktur pengendalian intern klien.
3. Pelaksanaan PengujianAudit
Tahap ini disebut juga tahap
”pekerjaan lapangan”. Tujuannya adalah untuk memperoleh bukti auditing tentang
efektivitas struktur pengendalian intern klien dan kewajaran laporan keuangan
klien. Tahap ini harus mengacu pada standar pekerjaan lapangan.
4. Pelaporan Audit.
Tahap ini harus mengacu pada
standar pelaporan. Dua langkah penting yang dilakukan adalah menyelesaikan
audit dengan meringkas semua hasil pengujian dan menarik kesimpulan serta
menerbitkan laporan audit yang melampiri laporan keuangan yang diterbitkan
klien.
Dalam setiap tahap audit atas
laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor independen harus ditetapkan
standar auditing. Standar auditing merupakan suatu kaidah agar mutu auditing
dapat dicapai sebagaimana mestinya. Secara lengkap, seperti yang tercantum di
dalam Standar Profesional Akuntan Publik, PSA No. 01 (IAI,2001:150.1)
menyatakan bahwa standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Standar Umum
a. Audit harus dilakukan oleh seorang atau lebih yang memiliki
keahlian dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor.
b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan,
independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusuna laporannya, auditor
wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
2. Standar Pekerjaan Lapangan
a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika
digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
b. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern
harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup
pengujian yang akan dilakukan.
c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui
inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar yang
memadai untuk menyatakan pendapat ataas laporan keuangan auditan.
3. Standar Pelaporan
a. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah
disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
b. Laporan audit harus menunjukkan keadaan yang di dalamnya
prinsip akuntansi tidak secara konsisten diterapkan dalam penyusunan laporan
keuangan periode berjalan dalam hubungannya dengan prinsip akuntansi yang
diterpkan dalam periode sebelumnya.
c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus
dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit.
d. Laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat
mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau asersi bahwa pernyataan
demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat
diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam semua hal yang mana auditor
dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan auditor harus memuat petunjuk yang
jelas mengenai sifat pekerjaan auditor, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang
dipikulnya.
Tahap akhir dari audit laporan
keuangan adalah tahap pelaporan audit. Pada tahap ini seorang auditor akan
memberikan pendapatnya atas laporan keuangan yang telah diauditnya. Menurut
Halim (2001:63) dalam Sovie (2005), ada enam jenis pendapat yang dapat
diberikan oleh auditor, yaitu:
1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)
Pendapat ini dapat diberikan
auditor apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan dengan standar
auditing, panyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum, dan tidak terdapat kondisi atau keadaan tertentu yang memerlukan
bahasa penjelasan.
2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan tambahan bahasa
penjelasan
Pendapat ini dapat diberikan
apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan dengan standar auditing,
panyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum,
tetapi terdapat kondisi atau keadaan tertentu yang memerlukan bahasa
penjelasan.
3. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion)
Menurut SA 508 paragraf 20 (IAI,
2001: 508.11), jenis pendapat ini diberikan apabila:
a. Tidak ada bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan
terhadap lingkup audit yang material tetapi tidak mempengaruhi laporan keuangan
secara keseluruhan.
b. Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan
dari prinsip akuntansi yang berlaku umum yang berdampak material tetapi tidak
mempengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan. Penyimpangan tersebut dapat
berupa pengungkapan yang tidak memadai, maupun perubahan dalam prinsip
akuntansi.
4. Pendapat tidak wajar (adverse opinion)
Pendapat ini menyatakan bahwa
laporan keuangan tidak menyajikan secar wajar posisi keuangan, hasil usaha dan
arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Auditor harus
menjelaskan alasan pendukung pendapat tidak wajar, dan dampak utama dari hal
yang menyebabkan pendapat diberikan terhadap laporan keuangan.
5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion
atau no opinion)
Pernyataan ini layak diberikan, apabila
ada pembatasan lingkup audit yang sangat material baik oleh klien maupun karena
kondisi tertentu dan auditor tidak independen terhadap klien.
6. Pendapat tidak penuh (piecemeal opinion)
Pendapat ini sebenarnya bukan
merupakan suatu jeni pendapat tersendiri. Pendapat tidak penuh adalah pendapat
atas unsur tertentu dalam laporan keuangan. Pendapat ini tidak boleh dinyatakan
jika auditor menyatakan tidakmemberikan pendapat atau ia menyatakan pendapat
tida wajar atas laporan keuangan secara keseluruhan.
Bentuk Kepemilikan Akuntan Publik
Arens dan Loebbecke (1996: 11)
membagi bentuk kepemilikan kantor akuntan publik ke dalam empat kategori,
terdiri dari:
1. Kantor Akuntan Publik Internasional
Sebelum tahun 1989 terdapat
delapan KAP yang lazim disebut ”The Big Eight”. Di tahun 1989, terjadi dua
merger antara dua perusahaan, sehingga menjadi ”The Big six”. Tidak ada alasan
untuk merger ini, tetapi faktor utama adalah kebutuhan bagi kantor akuntan
publik untuk melayani bisnis internasional seiring dengan adanya globalisasi.
Pada tahun 2001, terdapat KAP yang bertaraf internasional yang menduduki lima
besar dunia, yang lazim disebut The Big Five. The Big Five ini adalah KAP
Arthur Andersen (di Indonesia berafiliasi dengan KAP Prasetio Utomo & Co.),
KAP Delloit Thouch Tohmatsu (di Indonesia berafiliasi dengan KAP Hans
Tuanakotta Mustofa), KAP Ernst and Young (di Indonesia berafiliasi dengan KAP
Hanadi, Sarwoko Dan Sandjaja), Kap Pricewaterhouse Coopers (di Indonesia
berafiliasi dengan KAP Drs. Hadi Susanto dan Rekan), dan KAP Klynveld Peat
Marwick Goerdeler/KPMG (di Indonesia berafiliasi dengan KAP Sidharta, Sidharta
dan Harsono). Namun sekitar tahun 2002, KAP Arthur Andersen mengalami kasus dan
membubarkan diri (tanpa nama, 2003). Di Indonesia, partner KAP yang berafiliasi
dengan KAP Arthur Andersen kemudian bergabung dengan KAP Ernst and Young,
sehingga berganti nama menjadi KAP Prasetio, Sarwoko dan Sandjaja (Tanpa Nama,
2002).
2. Kantor Akuntan Publik Nasional
Beberapa KAP lainnya di Amerika
Serikat yang dianggap sebagai kantor akuntan publik berukuran nasional karena
memiliki cabang-cabang di seluruh kota besar di Amerika Serikat. Mereka
memiliki hubungan dengan KAP di luar negeri sehingga memiliki juga potensi
internasional. Pada masa belakangan ini emakin banyak kantor akuntan publik
jenis ini yang juga diwakili di Indonesia.
3. Kantor Akuntan Publik Lokal dan Regional
Sebagian kantor akuntan publik di
Indonesia merupakan kantor akuntan publik lokal atau regional, dan terutama
sekali di Pulau Jawa. Banyak diantaranya yang berafiliasi dengan organisasi
kantor akuntan publik internasional dalam kelompok 30 besar untuk bertukar
pandangan dan pengalaman mengenai hal-hal seperti teknik informasi dan
pendidikan lanjutan.
4. Kantor Akuntan Publik Lokal Kecil
Sebagian kantor akuntan publik di
Indonesia mempunyai kurang dari 25 orang tenaga profesional pada suatu KAP.
Mereka memberikan jasa audit dan pelayanan yang berhubungan dengan badan-badan
usaha kecil dan organisasi nirlaba, meskipun ada diantaranya yang melayani satu
dua perusahaan yang go public.
Pelaporan Keuangan Bagi
Perusahaan Publik
Sebelum tahun 2003, berdasrkan
lampiran keputusan ketua BAPEPAM Nomor Keputusan 80/PM/1996 dalam Widiyanti
(2003) tentang penyampaian laporan keuangan berkala, maka setiap emiten dan
perusahaan publik yang pernyataan pendaftarannya telah efektif wajib
menyampaikan laporan keuangan berkala dan laporan auditor independen kepada
BAPEPAM selambat-lambatnya 120 hari setelah tanggal laporan tahunan perusahaan.
Namun sejak tanggal 30 September 2003, BAPEPAM merevisi peraturan tersebut,
dengan dikeluarkannya lampiran surat keputusan Ketua BAPEPAM Nomor: Keputusan
36/PM/2003 yang menyatakan bahwa laporan keuangan tahunan harus disertai dengan
laporan akuntan dengan pendapat yang lazim dan disampaikan kepada BAPEPAM
selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga (90 hari) setelah tanggal laporan
keuangan tahunan (Sovie, 2005).
Setiap emiten dan perusahaan
publik yang pernyataan pendaftarannya telah menjadi efektif wajib menyampaikan
laporan keuangan berkala kepada BAPEPAM sebanyak 4 (empat) eksemplar,
sekurang-kurangnya 1 (satu) dalam bentuk asli. Laporan keuangan yang harus
disampaikan ke BAPEPAM terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan
perubahan ekuitas, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan, dan laporan
lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan
keuangan jika dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan jenis
industrinya.
Laporan keuangan tahunan wajib
diumumkan kepada publik dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Perusahaan wajib mengumumkan neraca, laporan laba rugi dan
laporan lain yang dipersyaratkan oleh instansi yang berwenangsesuai dengan
jenis industrinya dalam sekurang-kurangnya 2 (dua) surat kabar harian berbahasa
Indonesia yang satu diantaranya mempunyai peredaran nasional dan lainnya yang
terbit di tempat kedudukan emiten atau perusahaan publik, selambat-lambatnya
pada akhir bulan ketiga setelah tanggal laporan keuangan tahunan.
b. Bentuk dan isi neraca, laporan laba rugi, dan laporan lain
yang dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan jenis industri
yang diumumkan tersebut harus sama dengan yang disajikan dalam laporan keuangan
tahunan yang disajikan kepada BAPEPAM.
c. Pengumuman tersebut harus memuat opini dari akuntan.
d. Bukti pengumuman tersebut harus disampaikan kepada BAPEPAM
selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pengumuman.
Jika emiten atau perusahaan
publik yang laporan keuangannya mendapatkan opini selain wajar tanpa
pengecualian, maka ketika mengumumkan laporan keuangan auditannya, perusahaan
publik wajib pula memuat hal-hal sebagai berikut:
a. Paragraf penjelasan akuntan atas opininya, antara lain
menyangkut hal-hal sebagai berikut:
Pembatasan
ruang lingkup pemeriksaan.
Penyimpangan
dari prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Penjelasan
ketidakpastian menyangkut kelangsungan usaha perusahaan dan kemungkinan adanya
kerugian.
Dampak
utama penyimpangan terhadap laporan keuangan
b. Tanggapan manajemen terhadap opini akuntan tersebut
Dengan semakin diperketatnya
peraturan BAPEPAM terbaru yang menjadikan batas waktu penyampaian laporan
keuangan auditan dari 120 hari menjadi 90 hari akan menjadikan tugas dari
akuntan publik semakin berat. Hal ini disebabkan karena pekerjaan audit
merupakan aktivitas yang membutuhkan waktu dikarenakan audit harus dilaksanakan
dengan penuh kecermatan dan ketelitian. Disamping itu, dalam standar pekerjaan
lapangan disebutkan bahwa audit harus dilaksanakan melalui pemahaman yang
memadai dan pengumpulan bukti-bukti yang cukup melalui pengamatan, pengajuan
pertanyaan dan konfirmasi.
Audit Delay
Ketepatan waktu penerbitan
laporan keuangan auditan merupakan hal yang sangat penting khususnya untuk
perusahan-perusahan publik yang menggunakan pasar modal sebagai salah satu
sumber pendanaan. Beaver (1968) dalam Givoly dan Palmon (1982) memberikan bukti
empiris berkaitan dengan isi informasi keuangan yang berupa pengumuman laba,
dimana investor akan menunda pembelian atau penjualan sekuritasnya sampai
dengan diterbitkannya laporan keuangan auditan perusahaan. Manajer perusahaan
akan sangat menghargai jika auditor mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.
Namun auditor memerlukan waktu yang cukup untuk dapat megumpulkan bukti-bukti
kompeten yang dapat mendukung opininya. Lamanya waktu penyelesaian audit diukur
dari berakhirnya tahun fiskal sampai dengan tanggal ditandatanganinya laporan
audit (tanggal opini) selanjutnya disebut sebagai audit delay.
Audit delay atau dalam beberapa
penelitian sebagai audit reporting lag didefinisikan sebagai selisih waktu
antara berakhirnya tahun fiskal sampai dengan tanggal diterbitkannya laporan
audit. Definisi ini digunakan oleh Casrlaw dan Kaplan (1991); Ansah (2000);
Hossain dan Taylor (1998); Halim (2000); serta Ahmad dan Kamarudin (2001). Dyer
dan McHugh (1975) membagi keterlambatan atau lag menjadi:
1. preliminary lag, yaitu interval antara berakhirnya tahun
fiskal sampai dengan tanggal diterimanya laporan keuangan pendahulu oleh pasar
modal.
2. auditor’s signature lag, yaitu interval antara berakhirnya
tahun fiskal sampai dengan tanggal yang tercantum dalam laporan auditor.
3. total lag, yaitu interval antara berakhirnya tahun fiskal
sampai dengan tanggal diterimanya laporan keuangan tahunan publikasi oleh pasar
modal.
Di Indonesia, Badan Pengawas
Pasar Modal (BAPEPAM) dan Bursa Efek Jakarta (BEJ) menetapkan bahwa laporan
keuangan tahunan harus teraudit dalam waktu 90 hari serta harus diserahkan ke
BAPEPAM dan BEJ untuk dipublikasikan. Hal ini dapat dijadikan pedoman oleh
auditor dan pihak manajemen perusahaan publik bahwa batas waktu minimal audit
delay adalah 90 hari (3 bulan). Apabila ketetapan ini dilanggar, maka BAPEPAM
akan mengenakan sanksi bagi perusahaan yang tidak mematuhinya.
http://dwiermayanti.wordpress.com/2010/03/10/audit-keuangan-2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar