PEMERIKSAAN
PERSEDIAAN
(INVENTORIES)
11.1 PENGERTIAN
PERSEDIAAN
Menurut Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK No.14, hal 14.1 s/d 14.2 & 14.9 – IAI, 2002,
persediaan adalah aktiva:
yang tersedia
untuk dijual dalam kegiatan usaha normal. dalam proses produksi dan atau dalam
perjalanan; atau dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk
digunakan dalam proses atau pemberian jasa.
Persediaan
meliputi barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual kembali, misalnya barang
dagang dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali, atau pengadaan tanah dan
properti lainnya untuk dijual kembali. Persediaan juga mencakup barang jadi
yang telah diproduksi, atau barang dalam penyelesaian yang sedang diproduksi
perusahaan, dan termasuk bahan serta perlengkapan yang akan digunakan dalam
proses produksi.
Biaya
persediaan harus meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain
yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk
dijual atau dipakai.
Persediaan
harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi, mana yang lebih rendah
(the lower ofcost and net realiable value)
Persediaan
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
biasanya
merupakan aktiva lancar (current assets) karena masa perputarannya biasanya
kurang atau sama dengan satu tahun. merupakan jumlah yang besar, terutama dalam
perusahaan dagang dan industri. mempunyai pengaruh yang besar terhadap neraca
dan perhitungan laba rugi, karena kesalahan dalam menentukan persediaan pada
akhir periode akan mengakibatkan kesalahan dalam jumlah aktiva lancar dan total
aktiva, harga pokok penjualan, laba kotor dan laba bersih, taksiran pajak
penghasilan, pembagian dividen dan laba rugi ditahan, kesalahan tersebut akan
terbawa ke laporan keuangan periode berikutnya.
Contoh dari
perkiraan-perkiraan yang biasa digolongkan sebagai persediaan adalah:
Bahan baku {raw
materials)
Barang dalam
proses (work in process)
Barang jadi
(finished goods)
Suku cadang
(spare-parts)
Bahan pembantu:
olie, bensin, solar
Barang dalam
perjalanan (goods in transit), yaitu barang yang sudah dikirim oleh Supplier
tetapi belum sampai di gudang perusahaan.
Barang
konsinyasi: consignment out (barang perusahaan yang dititip jual pada
perusahaan lain). Sedangkan consignment in (barang perusahaan lain yang dititip
jual di perusahaan) tidak boleh dilaporkan/dicatat sebagai persediaan
perusahaan.
11.2 TUJUAN
PEMERIKSAAN (AUDIT OBJECTIVES) PERSEDIAAN
Untuk memeriksa
apakah terdapat internal control yang cukup baik atas persediaan,
Untuk memeriksa
apakah persediaan yang tercantum di neraca betul-betul ada dan dimiliki oleh
perusahaan pada tanggal neraca.
Untuk memeriksa
apakah metode penilaian persediaan (valuation) sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum di Indonesia/Standar Akuntansi Keuangan.
untuk memeriksa
apakah sistem pencatatan persediaan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia/SAK.
Untuk memeriksa
apakah terhadap barang-barang yang rusak (defective), bergerak lambat (s/ow
moving) dan ketinggalan mode (absolescence) sudah dibuatkan allowance yang
cukup.
Untuk
mengetahui apakah ada persediaan yang dijadikan jaminan kredit.
Untuk
mengetahui apakah persediaan diasuransikan dengan nilai pertanggungan yang
cukup.
Untuk
mengetahui apakah ada perjanjian pembelian/penjualan persediaan (purchasel
sales commitment) yang mempunyai pengaruh yang besar terhadap laporan keuangan,
Untuk memeriksa
apakah penyajian persediaan dalam laporan keuangan sudah sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/SAK.
Penjelasan atas
tujuan pemeriksaan
Untuk memeriksa
apakah terdapat internal control yang cukup baik atas persediaan, Jika akuntan
publik dapat meyakinkan dirinya bahwa internal control atas perolehan,
penyimpanan dan pengeluaran persediaan berjalan efektif, maka luasnya
pemeriksaan dalam melakukan substantive test atas persediaan dapat dipersempit.
Beberapa ciri
internal control yang baik atas persediaan adalah:
Adanya
segregation of duties (pemisahan tugas dan tanggung jawab) antara bagial
pembelian, penerimaan barang, gudang, akuntansi dan keuangan.
Digunakannya
formulir-formulir yang prenumbered (bernomor urut tercetak), seperti:
purchase
requisition (permintaan pembelian), purchase order (order pembelian),
delivery order
(surat jalan), receiving report (laporan penerimaan barang), sales order (order
penjualan), sates invoice (faktur penjualan).
Untuk pembelian
dalam jumlah besar dilakukan melalui tender.
Adanya sistem
otorisasi, baik untuk pembelian, penjualan, penerimaan kas/bank, maupun
pengeluaran kas/bank.
Digunakannya
anggaran {budget) untuk pembelian, produksi, penjualan, dan penerimaan serta
pengeluaran kas.
Pemesanan
barang dilakukan dengan memperhitungkan economic order quantity dan iron stock.
Digunakannya
perpetual inventory system dan stock card, terutama di perusahaan yang nilai
persediaan per jenisnya cukup material.
Untuk memeriksa
apakah persediaan yang tercantum di neraca betul-betul ada dan dimiliki oleh
perusahaan pada tanggal neraca.
Dahulu kala di
Amerika pernah terjadi “Robinson Case”, yaitu adanya perusahaan yang melaporkan
saldo persediaannya sangat besar, padahal sebenarnya jumlah tersebut banyak
yang fiktif. Sejak kasus itu akuntan publik diharuskan untuk melakukan
pengamatan terhadap persediaan perusahaan per tanggal neraca, untuk meyakinkan
keberadaan persediaan tersebut. Dalam hal ini saldo persediaan termasuk barang
dalam perjalanan dan barang konsinyasi (hanya consignment out).
Untuk memeriksa
apakah metode penilaian persediaan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan
Pada umumnya
persediaan dinilai berdasarkan harga perolehan (acquisition cost), dalam hal
ini bisa dipilih metode FIFO (first in first out), LIFO (last in first out)
atau AVERAGE COST (moving average atau weighted average).
Untuk
barang-barang yang harga jualnya sudah pasti (logam mulia) atau cepat rusak
(hasil pertanian seperti sayuran dan buah-buahan) bisa di nilai berdasarkan
harga jual. Untuk barang-barang yang usang, rusak atau bergerak lambat bisa
diadakan penyisihan (allowance) sehingga sesuai dengan metode lower of cost or
market (mana yang lebih rendah antara harga perolehan dan harga pasar). Dalam
keadaan inflasi, penggunaan FIFO akan mengakibatkan harga pokok penjualan
rendah dan laba kotor menjadi tinggi; penggunaan LIFO akan menghasilkan laba
kotor yang rendah; penggunaan AVERAGE COST akan menghasilkan laba kotor yang
lebih kecil dibandingkan FIFO tetapi lebih besar dari penggunaan LIFO. Dari
segi undang-undang pajak tidak diperkenankan menggunakan LIFO karena berarti
pajak yang terutang akan lebih kecil dibandingkan penggunaan FIFO dan AVERAGE
COST akan menghasilkan laba kotor yang lebih kecil dibandingkan FIFO tetapi
lebih besar daripada penggunaan LIFO.
Untuk memeriksa
apakah sistem pencatatan persediaan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia.
Ada dua sistem
pencatatan persediaan yang biasa digunakan, yaitu perpetual system dan physical
(periodical) system. Dalam perpetual system, setiap ada pembelian, perkiraan
persediaan akan didebit, setiap ada penjualan, perkiraan persediaan akan
dikredit. Jika digunakan physical system, perkiraan persediaan tidak pernah
didebit waktu pembelian dan tidak pernah dikredit waktu ada penjualan. Karena
itu jika perusahaan ingin mengetahui berapa saldo persediaan pada akhir
periode, harus dilakukan stock opname (perhitungan phisik persediaan).
Jika perusahaan
ingin memperkirakan berapa saldo persediaan pada akhir bulan atau tanggal
tertentu bisa digunakan Retail Inventory Method atau Gross Profit Method. Namun
demikian pada akhir tahun tetap terus dilakukan stock opname, agar bisa diketahui
berapa saldo persediaan yang betul-betui dimiliki perusahaan. Perbedaan
pencatatan antara perpetual dan physical inventory system:
Perpetual Physical
Pembelian : DR Persediaan xx DR Pembelian xx
CR Utang/Kas
xx CR Utang/Kas xx
Penjualan : DR Piutang/Kas xx DR Piutang/Kas xx
CR Penjualan
xx CR Penjualan xx
DR Harga Pokok
Penjualan xx
CR
Persediaan xx
Perpetual
system biasanya digunakan pada perusahaan yang jenis persediaamya tidak banyak
tetapi nilai persediaan per unitnya besar, misalnya dealer mobil dan toko emas.
Phisycal system biasanya digunakan pada perusahaan yang jenis persediaan-nya
banyak tetapi nilai persediaan per unitnya kecil, misalnya toko bahan bangunan,
Untuk
mengetahui apakah terhadap barang-barang yang rusak, bergerak lambat dan
ketinggalan mode sudah dibuatkan allowance yang cukup.
Barang-barang
tersebut di atas tidak mungkin lagi dijual dengan harga normal, supaya bisa
terjual harus dijual dengan harga obral yang umumnya lebih rendah dari harga
pro perolehannya.
Karena itu
harus dibuatkan allowance dalam jumlah yang cukup, dalam arti tidak terlalu
kecil (karena akan mengakibatkan laba terlalu besar) dan tidak terlalu besar
(akan mengakibatkan laba terlalu kecil).
Untuk
mengetahui apakah ada persediaan yang dijadikan jaminan kredit.
Salah satu
bentuk barang jaminan dari kredit yang diperoleh dari bank adalah persediaan,
Jika ada persediaan yang dijadikan jaminan, hal ini harus diungkapkan (di
cfi’scfose) dalam catatan atas laporan keuangan (notes to financial
statements}.
Untuk
mengetahui apakah persediaan diasuransikan dengan nilai pertanggungan
{insurance coverage) yang cukup.
Persediaan
harus diasuransikan, sehingga seandainya terjadi kebakaran, bisa diperoleh
ganti rugi dari perusahaan asuransi dan perusahaan bisa terhindar dari kerugian
karena kebakaran tersebut. Nilai pertanggungan asuransi harus cukup, dalam arti
tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Yang harus diwaspadai adalah, jika
perusahaan mengasuransikan persediaan dengan insurance coverage yang terlalu
besar, terutama dalam keadaan bisnis yang lesu, mungkin perusahaan bermaksud
membakar persediaannya agar mendapat keuntungan dari ganti rugi perusahaan
asuransi.
Untuk mengetahui
apakah ada perjanjian pembelian/penjualan persediaan yang mempunyai pengaruh
yang besar terhadap laporan keuangan.
Jika hal
tersebut ditemukan, harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
Misalnya: pada tanggal 24 November 2002, perusahaan menandatangani kontrak
penjualan dengan salah satu pelanggannya untuk menjual 10.000 unit barang X
dengan harga jual Rp.100.000,- per unit, penyerahan barang akan dilakukan pada
tanggal 13 Februari 2003. Ternyata di bulan Februari 2003 harga pasar barang X
tersebut meningkat menjadi Rp.130.000,- per unit. Karena sudah ada sales
commitment, maka perusahaan mau tidak mau harus tetap menjual barang tersebut
ke pelanggannya sebanyak 10.000 unit dengan harga sesuai kontrak, yaitu
Rp.100.000,- per unit.
Dalam hal ini
perusahaan rugi sebesar 10.000 X (Rp.130.000, — 100.000,-) = Rp.300.000.000,-.
Untuk memeriksa
apakah penyajian persediaan dalam laporan keuangan sudah sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/SAK.
Dalam hal ini
harus diketahui sistem pencatatan persediaan yang digunakan perusahaan
{perpetual atau physical system} dan metode penilaian persediaan yang digunakan
perusahaan (apakah berdasarkan harga perolehan, dengan FIFO atau LIFO atau
Average cost method}, apakah sudah diterapkan lower of cost or market atas
persediaan tersebut.
11.3 PROSEDUR
PEMERIKSAAN (YANG DISARANKAN) ATAS PERSEDIAAN
Prosedur
pemeriksaan dibagi atas prosedur bompliance test, analytical review dan
substantive test.
Dalam praktiknya,
prosedur pemeriksaan yang dibahas di sini harus disesuaikan dengan kondisi
perusahaan yang diaudit.
Prosedur
pemeriksaan persediaan mencakup pembelian, penyimpanan, pemakaian dan penjualan
persediaan, karena berkaitan dengan siklus pembelian, utang dan pengeluaran kas
serta siklus penjualan, piutang dan penerimaan kas.
Prosedur
pemeriksaan untuk compliance test.
Pelajari dan
evaluasi internal control atas persediaan.
Dalam hal ini
auditor biasanya menggunakan internal control questionnaires, yang contohnya
bisa dilihatdi Exhibit 11-1.
Lakukan test
transaksi (compliance test} atas pembelian dengan menggunakan purchase order
sebagai sample. Untuk test transaksi atas pemakaian persediaan (bahan baku)
bisa digunakan material requisition sebagai sample. Untuk test transaksi atas
penjualan, bisa digunakan faktur penjualan sebagai sample.
Tarik
kesimpulan mengenai infernal control atas persediaan.
Jika dari test
transaksi auditor tidak menemukan kesalahan yang berarti, maka auditor bisa
menyimpulkan bahwa in rnal control atas persediaan berjalan efektif. Karena itu
substantive test atas persediaan bisa dipersempit.
Prosedur
pemeriksaan substantive atas persediaan.’
Lakukan
observasi atas stock opname (perhitungan phisik) yang dilakukan perusahaan
(klien).
Minta Final
Inventory List [Inventory Compilation) dan lakukan prosedur pemeriksaan berikut
ini:
check
mathematical accuracy (penjumlahan dan perkalian).
cocokkan
“quantity per book” dengan stock card.
cocokkan
“quantity per count dengan “count sheet kita (auditor)
cocokkan “total
value” dengan buku besar persediaan.
Kirimkan
konfirmasi untuk persediaan consignment out.
Periksa unit
price dari raw material (bahan baku), work in process (barang dalam proses),
finished goods (barang jadi) dan supplies (bahan pembantu).
Lakukan
rekonsiliasi jika stock opname dilakukan beberapa waktu sebelum atau sesudah
tanggal neraca.
Periksa cukup
tidaknya allowance for slow moving (barang-barang yang bergerak lambat),
barang-barang yang rusak dan barang-barang yang ketinggalan mode.
Periksa
kejadian sesudah tanggal neraca (subsequent event).
Periksa cut-off
penjualan dan cut-off pembehan.
Periksa jawaban
konfirmasi dari bank, loan agreement (perjanjian kredit), notulen rapat,
Periksa apakah
ada sates atau purchase commitment per tanggal neraca.
Seandainya ada
barang dalam perjalanan (goods in transit), lakukan prosedur berikut ini:
minta rincian
goods in transit per tanggal neraca.
periksa
mathematical accuracy,
periksa
subsequent clearance.
Buat kesimpulan
dari hasil pemeriksaan persediaan dan buat usulan adjustment jika diperlukan.
Periksa apakah
penyajian persediaan di laporan keuangan sudah sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum di Indonesia/SAK.
Penjelasan
Prosedur Audit
Lakukan
observasi atas stock opname yang dilakukan klien.
Stock opname
dilakukan terutama untuk persediaan yang berada di gudang perusahaan, Untuk
barang consignment out dan barang-barang yang tersimpan di public warehouse
jika jumlahnya material harus dilakukan stock opname, jika tidak material,
cukup dikirim konfirmasi. Stock opname bisa dilakukan pada akhir tahun atau
beberapa waktu sebelum/ sesudah akhir tahun.
Untuk
perusahaan yang internal controhya lemah, stock opname sebaiknya dilakukan pada
tanggal neraca. Untuk perusahaan yang internal controlnya baik, stock opname
bisa dilakukan beberapa waktu sebelum atau sesudah tanggal neraca. Namun
demikian, sebaiknya tidak terlalu jauh dari tanggal neraca, untuk memudahkan
auditor pada waktu melakukan trace backward/trace forward (rekonsiliasi saldo
persediaan pertanggal stock opname dengan pertanggal neraca).
Contoh trace
forward di perusahaan dagang:
Saldo
persediaan per tanggal
Stock Opname
30-11-02 Rp. 150.000.000
Pembelian
1-12-02 s/d 31-12-02 Rp.
350.000.000
Penjualan
1-12-02 s/d 31-12-02
(Rp.430.000.000)
Saldo
persediaan per 31-12-02 Rp. 70.000.000
Ada beberapa
hal yang harus dilakukan auditor sebelum pelaksanaan stock opname:
Dapatkan dan
pelajari Petunjuk Pelaksanaan Stock Opname (Phisycal Inventory Instruction)
yang dibuat oleh perusahaan, di mana biasanya telah mencakup:
Pengaturan
team/petugas stock opname.
Tanggal
pelaksanaan stock opname.
Lokasi dan
denah gudang
Pembatasan
semininal mungkin ke luar masuknya barang pada waktu pelaksanaan stock opname.
Prosedur
cut-off, yaitu mencatat nomor dan tanggal terakhir dari receiving report dan
issuing report/shipping report.
Penggunaan
bin-tag untuk mencatat hasil perhitungan, yang sebelumnya ditempelkan di setiap
jenis barang.
Bin-tag
tersebut mencantumkan: nama dan jenis barang, nomor kode barang, satuan dan
jumlah unit, dan diberi nomor urut tercetak (prenumbered).
Contoh Bin-Card
Team pertama
akan menghitung barang tersebut, misalkan HzSCli lalu mencantumkan hasil
perhi-tungannya di bagian 1 dan mem-bubuhi paraf atau tanda tangan-nya, lalu
merobek bagian 2 untuk diserahkan ke petugas yang akan mencatat dalam final
inventory list di kolom “first counf (hitungan pertama). Team kedua akan
me-lakukan hal yang sama, mengisi di bagian 3 dan menyerahkan ke petugas final
inventory list.
Dengan demikian
setiap barang akan dihitung dua kali oleh tim yang berbeda.
Contoh “Physical Inventory Instruction” bisa
dilihat di Exhibit 11-3.
Jika auditor
menggangap physical inventory instruction tersebut mengandung kelemahan atau
kekurangan, ia harus menyarankan ke klien untuk melengkapinya.
Lakukan
peninjauan gudang sebelum stock opname dilakukan, untuk mendapal gambaran
mengenai lokasi gudang, dan apakah barang-barang di gudang telah disusun rapih
menurut jenis dan kelompoknya. Jika ditemukan barang-barang masih tercampur
antara jenis yang satu dengan jenis yang lainnya, auditor bisa meminta klien
untuk merapihkan dulu penyusunan barang-barang tersebut dan kemungkinan menunda
pelaksanaan stock opname, agar bisa diperoleh hasil perhitungan yang akurat.
http://accountance.wordpress.com/2009/11/28/pemeriksaan-persediaan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar