Etika Profesi Audit
Krisis Finansial Global (KFG)
yang melanda sektor bisnis sejak tahun 2007/2008 ternyata lebih sulit dihadapi
dibandingkan dengan masa krisis moneter yang terjadi sekitar tahun 1997/1998
yang lalu. Hal tersebut disebabkan saat krisis moneter terjadi tahun 1997/1998
hanya bersifat regional (lokal) sehingga hanya melanda kawasan tertentu saja,
sedangkan KFG bersifat mendunia (global).
Peran auditor internal di
perusahaan harus dapat mendorong pencapaian tujuan (goal) perusahaan dengan
tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG). Peran auditor
internal sebagai konsultan internal (internal consulting) perusahaan harus
dapat memberikan early warning kepada manajemen perusahaan untuk mencegah dan
meminimalisasi dampak KFG yang dapat merugikan perusahaan. Dalam era persaingan
global antar korporasi saat ini, kebutuhan akan Good Corporate Governance (GCG)
semakin meningkat. Implementasi yang mengarah pada pencapaian tujuan perusahaan
berbasis stakeholders semakin mutlak diperlukan.
Salah satu fungsi vital dalam
perusahaan adalah auditor internal. Profesi auditor internal memiliki standar
dan kode etik profesi yang harus dijalankan secara konsekuen dan konsisten.
Auditor internal memiliki fungsi sebagai pelindung asset perusahaan,sehingga
posisinya sangatlah strategis dan memegang peranan penting dalam setiap tahap
langkah perubahan dan perkembangan yang berlangsung. Auditor internal juga
termasuk salah satu dari pilar-pilar GCG.Dalam peranannya tersebut, maka
seorang auditor internal harus dapat menganalisa dengan benar setiap temuan
dalam proses audit agar tidak terjadi penyalahgunaan fungsi yang sesuai dengan
kebijakan perusahaan. Setelah proses penganalisaan dilanjutkan dengan pembuatan
laporan yang sistematis agar dapat dipahami oleh manajemen perusahaan sebelum
melangkah dalam melakukan pengambilan keputusan. Salah satu tugas audior
internal adalah melakukan audit kecurangan (fraud audit) apabila terjadi kasus
kecurangan di perusahaan, termasuk kasus Korupsi Kolusi & Nepotisme (KKN).
Dampak Krisis Finansial Global
Fauzi Ichsan, Senior Vice
President, Standard Chartered Bank (Bisnis Indonesia, 10 Oktober 2008),
menyatakan bahwa “Lehman Brothers, Bear Stearns, Merrill Lynch, AIG, Freddie
Mac dan Fannie Mae, sebagai lembaga finansial raksasa AS, selamat menghadapi
resesi ekonomi AS paska serangan teroris tahun 2001. Mereka selamat menghadapi
resesi ekonomi dunia akibat embargo minyak OPEC tahun 1973 dan selamat
menghadapi dua perang dunia. Mereka juga selamat menghadapi resesi ekonomi
dunia tahun 1930-an yang sering disebut ‘the great depression’, akibat krisis
keuangan AS pada 1929. Namun, mereka tidak selamat menghadapi krisis kredit
pembelian rumah (KPR) subprime di AS pada 2007/2008. Artinya, terpuruknya beberapa
lembaga keuangan terbesar di dunia tersebut adalah indikasi bahwa permasalahan
ekonomi AS dan dunia sekarang memang jauh lebih parah dari perkiraan kita
sebelumnya.”
Krisis Finansial Global (KFG)
yang mampu merontokkan beberapa lembaga penjamin keuangan raksasa di Amerika
Serikat tersebut ternyata berimbas pula ke segenap penjuru negara-negara di
dunia tak terkecuali Indonesia. Dengan demikian, tidak ada negara di dunia ini
yang dapat mengisolasi negaranya (kebal) dari dampak KFG. Bahkan, menurut perkiraan
para ahli ekonomi dampak KFG masih akan dirasakan Negara kita hingga 5 tahun ke
depan.Pada kwartal empat tahun 2008 yang lalu indeks harga saham pada Bursa
saham di berbagai belahan dunia, misalnya Dow Jones, Nikei, Hanseng, IHSG dll
mengalami terjun bebas. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh
perusahaan terjadi di mana-mana. Perusahaan di Indonesia yang berorientasi
ekspor sangat terpukul dan paling merasakan dampaknya, sebab permintaan
komoditi ekspor dari luar negeri menurun tajam. Bahkan, banyak kontrak-kontrak
perjanjian / pengiriman barang ekspor yang dibatalkan secara sepihak. Hal ini
tentu saja, sangat merugikan perusahaan-perusahaan eksportir. Meskipun di
lingkungan perbankan di Indonesia sudah lebih siap dibandingkan pada masa krisis
moneter tahun 1998 yang lalu, namun industri perbankan perlu ekstra hati-hati
(prudential) dan jangan sampai terjadi lagi krisis perbankan ”jilid 2” yang
tidak kita kehendaki bersama.
Posisi Auditor Internal
Posisi auditor internal (satuan
pengawasan intern) di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah diatur
dalam UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN. Selain itu juga diatur dalam SK
Menteri BUMN No. 117/M-BUMN/2002 tentang Penerapan GCG di BUMN. Sedangkan untuk
perusahaan publik telah diatur melalui Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor :
Kep-496/BL/2008 tanggal 28 Nopember 2008 tentang pembentukan dan pedoman
penyusunan piagam Unit Audit Internal. Sarbanes Oxley Act (2002) memberikan
kewenangan akses yang lebih luas kepada Departemen Audit Internal. Berdasarkan
aturan (regulasi) tersebut, saat ini posisi auditor internal di Perusahaan
merupakan pilar penting dan salah satu faktor kunci sukses (key success factor)
dalam sistem pengendalian manajemen (management control system) agar
pengelolaan perusahaan dapat berjalan sesuai prinsip–prinsip GCG.
Peran Auditor Internal
Mengingat dampak KFG sangat
mempengaruhi kelangsungan usaha (going concern) serta dapat menurunkan kinerja
perusahaan, maka auditor internal tidak boleh hanya berpangku tangan saja
menjadi penonton, namun diharapkan dapat turut serta secara aktif membantu
manajemen meminimalisasi dampak KFG yang mungkin timbul di perusahaan. Paling
tidak terdapat 3 (tiga) peran yang dapat dilakukan oleh Auditor internal dalam
menghadapi dampak KFG sbb :
1. Mendorong terwujudnya GCG
secara efektif.
Meskipun GCG bukan satu-satunya
faktor yang menentukan dalam reformasi bisnis, namun komitmen perusahaan
terhadap iplementasi prinsip-prinsip GCG merupakan salah satu faktor kunci
sukses (key succes factor) untuk mempertahankan dan menumbuhkan kepercayaan
para investor (terutama investor asing) terhadap perusahaan di Indonesia. GCG
saat ini sedang menjadi trend dan isu sentral di kalangan bisnis. Berdasarkan
hasil penelitian, terjadinya skandal bisnis (business gate), misalnya Enron,
Worldcom, Tyco, Global Crosing dll ternyata salah satunya disebabkan
prinsip-prinsip GCG tidak dijalankan secara sungguh-sungguh, konsekuen dan
konsisten. Respon pihak Pemerintah, BUMN, perusahaan swasta maupun perusahaan
multinasional sangat positif atas upaya mewujudkan GCG tersebut. Perusahaan
yang tidak mengimplementasikan GCG, pada akhirnya dapat ditinggalkan oleh para
investor, kurang dihargai oleh masyarakat (publik) dan, dapat dikenakan sanksi
apabila berdasarkan hasil penilaian ternyata perusahaan tersebut melanggar
hukum. Perusahaan seperti ini akan kehilangan peluang (opportunity) untuk dapat
melanjutkan kegiatan usahanya (going concern) dengan lancar. Namun sebaliknya
perusahaan yang telah mengimplementasikan GCG dapat menciptakan nilai (value
creation) bagi masyarakat (publik), pemasok (supplier), distributor,
pemerintah, dan ternyata lebih diminati para investor sehingga berdampak secara
langsung bagi kelangsungan usaha perusahaan tersebut. Pada saat ini GCG sudah
bukan merupakan hal yang perlu diperdebatkan lagi, melainkan sudah menjadi
kebutuhan bagi setiap pelaku bisnis untuk mengimplementasikan pada aktivitas
operasional sehari-hari (day to day operation).
Auditor internal dapat berperan
dalam mendorong terwujudnya GCG di perusahaan.
Beberapa hal yang perlu mendapat
dukungan penuh dari auditor internal, misalnya :
• Mendorong transparansi
(transparency) dan integritas (integrity) dalam pelaporan keuangan (financial
reporting) perusahaan.
• Mendorong akuntabilitas
(accountability) dalam pengelolaan aset perusahaan.
• Mendorong pertanggungjawaban
(responsibility) perusahaan kepada public melalui Corporate Social
Responsibility /CSR, Community Development atau Program Kemitraan & Bina Lingkungan
(PKBL).
• Mendorong independensi
(independency) perusahaan terhadap pihak-pihak terkait, termasuk pemegang saham
minoritas.
• Mendorong kewajaran (fairness)
dalam pengadaan barang & jasa termasuk dipastikannya tidak ada pelanggaran
terhadap UU anti monopoli & persaingan usaha yang sehat.
2. Melaksanakan audit yang
bernilai tambah dengan pendekatan audit berbasiskan risiko.
Dalam rangka menghadapi KFG yang
saat ini masih berlangsung, maka auditor internal hendaknya dapat melaksanakan
audit yang bernilai tambah (value added internal auditing/VAIA) dengan
pendekatan audit berbasis risiko (Risk Based Internal Auditing/RBIA). Auditor
internal hendaknya dapat melakukan assesment atas Operational & quality
effectiveness, Business risk., Business & process control, Process &
business efficiencies, Cost reduction opportunities, Waste elimination
opportunities, dan Corporate governance efectiveness.
Tujuan dari VAIA adalah agar
auditor internal dapat :
• Memberikan analisis operasional
secara obyektif & independen.
• Menguji berbagai fungsi, proses
dan aktivitas suatu organisasi serta external value chain.
• Membantu organisasi dalam
merancang strategi bisnis yang obyektif.
• Melakukan assesment secara
sistematis dengan pendekatan multidisiplin.
• Melakukan evaluasi &
menilai efektivitas risk management , control & governance processes.
3. Melaksanakan pencegahan,
pendeteksian & penginvestigasian kecurangan.
Auditor internal berfungsi
membantu manajemen dalam pencegahan (prevention), pendeteksian (detection) dan
penginvestigasian (investigation) kecurangan (fraud) yang terjadi di suatu
organisasi (perusahaan). Sesuai Interpretasi Standar Profesional Audit Internal
(SPAI) – standar 120.2 tahun 2004, tentang pengetahuan mengenai kecurangan,
dinyatakan bahwa auditor internal harus memiliki pengetahuan yang memadai untuk
dapat mengenali, meneliti dan menguji adanya indikasi kecurangan. Selain itu,
menurut Statement on Internal Auditing Standards (SIAS) No. 3, tentang
Deterrence, Detection, Investigation, and Reporting of Fraud (1985), memberikan
pedoman bagi auditor internal tentang bagaimana auditor internal melakukan
pencegahan, pendeteksian dan penginvestigasian terhadap fraud. SIAS No. 3
tersebut juga menegaskan tanggung jawab auditor internal untuk membuat laporan
audit tentang fraud.
Karakteristik Kecurangan
Dilihat dari pelaku fraud maka
secara garis besar kecurangan bisa dikelompokkan menjadi dua jenis :
1. Oleh pihak perusahaan, yaitu :
a. Manajemen untuk kepentingan
perusahaan, yaitu salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan keuangan
(misstatements arising from fraudulent financial reporting).
b. Pegawai untuk keuntungan
individu, yaitu salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva (misstatements
arising from misappropriation of assets).
2. Oleh pihak di luar perusahaan,
yaitu pelanggan, mitra usaha, dan pihak asing yang dapat menimbulkan kerugian
bagi perusahaan.
Salah saji yang timbul karena
kecurangan pelaporan keuangan
Kecurangan pelaporan keuangan
biasanya dilakukan karena dorongan dan ekspektasi terhadap prestasi kerja
manajemen. Salah saji yang timbul karena kecurangan terhadap pelaporan keuangan
lebih dikenal dengan istilah irregularities (ketidakberesan). Bentuk kecurangan
seperti ini seringkali dinamakan kecurangan manajemen (management fraud),
misalnya berupa : Manipulasi, pemalsuan, atau pengubahan terhadap catatan
akuntansi atau dokumen pendukung yang merupakan sumber penyajian laporan
keuangan. Kesengajaan dalam salah menyajikan atau sengaja menghilangkan
(intentional omissions) suatu transaksi, kejadian, atau informasi penting dari
laporan keuangan.
Salah saji yang berupa
penyalahgunaan aktiva
Kecurangan jenis ini biasanya
disebut kecurangan karyawan (employee fraud). Salah saji yang berasal dari
penyalahgunaan aktiva meliputi penggelapan aktiva perusahaan yang mengakibatkan
laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang
berlaku umum. Penggelapan aktiva umumnya dilakukan oleh karyawan yang
menghadapi masalah keuangan dan dilakukan karena melihat adanya peluang
kelemahan pada pengendalian internal perusahaan serta pembenaran terhadap
tindakan tersebut.
Pencegahan Kecurangan
Salah satu cara yang paling
efektif untuk mencegah timbulnya fraud adalah melalui peningkatan sistem
pengendalian intern (internal control system) selain melalui struktur /
mekanisme pengendalian intern. Dalam hal ini, yang paling bertanggung jawab
atas pengendalian intern adalah pihak manajemen suatu organisasi. Dalam rangka
pencegahan fraud, maka berbagai upaya harus dikerahkan untuk membuat para
pelaku fraud tidak berani melakukan fraud. Apabila fraud terjadi, maka dampak
(effect) yang timbul diharapkan dapat diminimalisir. Auditor internal
bertanggungjawab untuk membantu pencegahan fraud dengan jalan melakukan
pengujian (test) atas kecukupan dan kefektivan sistem pengendalian intern,
dengan mengevaluasi seberapa jauh risiko yang potensial (potential risk) telah
diidentifikasi.
Dalam pelaksanaan audit reguler
(rutin), misalnya audit kinerja (performance audit), audit keuangan (financial
audit) maupun audit operasional (operational audit), auditor internal harus
mengidentifikasi adanya gejala kecurangan (fraud symptom) berupa red flag atau
fraud indicator. Hal ini menjadi sangat penting, sehingga apabila terjadi
fraud, maka memudahkan auditor internal melakukan audit investigasi.
Pendeteksian Kecurangan
Deteksi fraud mencakup
identifikasi indikator-indikator kecurangan (fraud indicators) yang memerlukan
tindaklanjut auditor internal untuk melakukan investigasi. Auditor internal
perlu memiliki keahlian (skill) dan pengetahuan (knowledge) yang memadai dalam
mengidentifikasi indikator terjadinya fraud. Auditor internal harus dapat
mengetahui secara mendalam mengapa seseorang melakukan fraud termasuk penyebab
fraud, jenis-jenis fraud, karakterisitik fraud, modus operandi (teknik-teknik)
fraud yang biasa terjadi. Apabila diperlukan dapat menggunakan alat bantu
(tool) berupa ilmu akuntansi forensik (forensic accounting) untuk memperoleh
bukti audit (audit evidence) yang kuat dan valid. Forensic accounting merupakan
suatu integrasi dari akuntansi (accounting), teknologi informasi (information
technology) dan keahlian investigasi ( investigation skill).
Penginvestigasian Kecurangan
Investigasi merupakan pelaksanaan
prosedur lebih lanjut bagi auditor internal untuk mendapatkan keyakinan yang
memadai (reasonable assurance) apakah fraud yang telah dapat diidentifikasi
tersebut memang benar-benar terjadi. Pelaksanaan audit investigasi mengikuti
work instruction serta ketentuan yang telah ditetapkan oleh Standar Profesi
Audit Internal maupun organisasi Institute of Internal Auditor (IIA).
DAFTAR PUSTAKA
http://www.google.com (Artikel
ini telah dimuat di Majalah Krakatau Steel Group/ KSG Edisi 43 / VII/ Tahun
2009, pada Rubrik “OPINI”, Hlm. 40-42 Oleh : Muh. Arief Effendi / SPI PT. KS)
http://www.yahoo.com (Internal
Audit Understanding For Lawyer, Legal & Compliance Officer)
http://dwiermayanti.wordpress.com/2010/03/15/etika-profesi-audit/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar